• Data on-chain Bitcoin menunjukkan tekanan likuiditas saat penutupan pemerintah AS mengganggu aliran modal dan kepercayaan investor.
  • Kenaikan cadangan di bursa dan penurunan saldo penambang mengungkapkan posisi defensif di tengah kondisi likuiditas yang semakin ketat.

Bulan kedua penutupan pemerintah AS mulai berdampak pada pasar kripto, khususnya Bitcoin.

Saat aktivitas fiskal terhenti, dampaknya tidak hanya pada data makro, tetapi juga secara langsung mempengaruhi denyut likuiditas di blockchain.

Pembekuan Likuiditas Bitcoin Semakin Dalam di Tengah Dampak Penutupan Pemerintah AS

Menurut analisis XWIN Research Japan di CryptoQuant, situasi saat ini menyerupai pembekuan total aliran likuiditas—dan hal ini jelas tercermin dalam metrik on-chain.

Data terbaru menunjukkan bahwa cadangan Bitcoin di bursa kripto global kembali meningkat setelah enam minggu berturut-turut mengalami penurunan.

Bitcoin Menghadapi Tekanan saat Penutupan Pemerintah AS Membekukan Aliran Likuiditas image 0 Source: CryptoQuant

Pergerakan ini menunjukkan bahwa banyak pemegang BTC memindahkan aset mereka ke bursa, langkah yang sering diambil saat ingin menjual atau mengurangi eksposur risiko. Di masa ketidakpastian seperti ini, manuver semacam itu sering muncul lebih cepat daripada narasi media.

Selain itu, tekanan juga datang dari sisi penambang. Cadangan Bitcoin yang dimiliki oleh penambang kini berada di level terendah sejak pertengahan tahun ini.

Mereka tampaknya telah mulai menjual sebagian besar kepemilikan mereka untuk menutupi biaya operasional, karena insentif seperti subsidi listrik dan pemotongan pajak tertunda akibat kebuntuan anggaran di Washington. Jika situasi ini berlanjut, pasokan dari sisi produksi bisa mengalami gangguan.

Bitcoin Menghadapi Tekanan saat Penutupan Pemerintah AS Membekukan Aliran Likuiditas image 1 Source: CryptoQuant

Eksodus Stablecoin Mengungkap Pelarian Pasar ke Aset Aman

Di sisi lain, terjadi arus keluar stablecoin yang masif di bursa—fakta yang tidak bisa diabaikan. Lonjakan penarikan USDT dan USDC ke dompet pribadi menunjukkan bahwa pelaku pasar lebih memilih tempat aman daripada terus bertaruh di tengah volatilitas. Arah pergerakan modal ini menunjukkan satu hal: risiko sedang dihindari, bukan dikejar.

Efek domino juga terlihat dalam data yang dilaporkan oleh CNF beberapa hari lalu. Jumlah alamat aktif Bitcoin anjlok 26% dalam setahun terakhir.

Ini bukan penurunan teknis, melainkan sinyal bahwa investor ritel mulai menarik diri dari pasar, meninggalkan jaringan yang kini didominasi oleh institusi besar dan pemegang jangka panjang.

Untuk memperburuk keadaan, tekanan jangka pendek juga muncul dari aktivitas penjualan besar-besaran di Binance. Pada akhir Oktober, dilaporkan trader ritel membuang lebih dari $1 miliar Bitcoin dalam waktu singkat.

Hal ini bertepatan dengan arus keluar ETF besar-besaran dari pemain utama seperti BlackRock, Fidelity, dan Grayscale—semuanya mencerminkan kepanikan jangka pendek di tengah ketidakpastian makroekonomi yang terus berlanjut.

Yang membuat situasi semakin “buntu” adalah Indeks Fear Greed kembali terjun ke zona “Ketakutan Ekstrem”. Level ini terakhir terlihat selama krisis perbankan 2023, dan kali ini tampaknya tidak ada jaring pengaman fiskal atau moneter yang tersedia.

Namun, harapan untuk pemulihan belum sepenuhnya hilang. CBO memprediksi adanya rebound setelah kebuntuan politik ini teratasi. Namun, seperti yang dicatat XWIN Research Japan, pemulihan kepercayaan dan likuiditas di Bitcoin kemungkinan akan jauh lebih lambat.

Sementara itu, pada saat penulisan, BTC diperdagangkan di sekitar $104,541. Turun 2.43% dalam 24 jam terakhir dan 8.38% dalam 7 hari terakhir.

Rekomendasi untuk Anda: